Pengalaman Menjenguk Pasien di RSUD Cut Meutia Aceh Utara
Ini adalah pengalaman pertama saya saat menjenguk pasien di RSUD Cut Meutia Aceh Utara. Saya tiba di parkiran rumah sakit sekitar pukul 18.20 WIB. Suasana memang sudah agak gelap karena menjelang maghrib. Pasien yang saya kunjungi berada di sal Raudhah 2.
Sebenarnya, pasien tersebut berstatus pemegang JKN Kelas I, tapi entah bagaimana pihak rumah sakit merawat pasien tersebut di sal atau Kelas III. Karena ini pengalaman pertama saya menjenguk pasien di rumah sakit pemerintah ini, saya kesulitan untuk menemukan kamar pasien dirawat. Papan penunjuknya agak minim sehingga menyulitkan saya untuk mencarinya.
Akhirnya saya bertanya di ruangan Aqsa karena saya hanya bisa melihat sedikit kehidupan di sana. Sepanjang koridor panjang rumah sakit, saya belum menemukan orang atau perawat yang berlalu lalang untuk tempat bertanya. Setiba di ruangan Aqsa, saya tidak menemukan perawat di sana. Namun, tak lama kemudian, seorang perawat muncul. Dengan santunnya sang perawat menunjukkan kamar yang hendak saya tuju.
Ada kendaraan terparkir di koridor RSUD Cut Meutia. |
Saya pun mengikuti arah yang ditunjuk oleh perawat tadi. Di depan ruangan Aqsa, di koridor sampingnya, saya melihat beberapa kendaraan roda dua terparkir di sana. Sebenarnya saya agak heran juga, kenapa kendaraan tersebut terparkir di sana. Apakah itu kendaraan pengunjung atau petugas di rumah sakit. Saya pun tidak tahu.
Kesan pertama saya mengunjungi pasien di sini kurang berkesan. Di beberapa lantai koridor, terdapat noda-noda yang menjijikkan. Serupa gumpalan darah yang tercecer atau barangkali noda makanan dari pengunjung yang abai akan kebersihan. Meskipun lantainya terkesan jorok, tapi rumputnya agak sedikit bersih dan terawat dengan baik.
Sal Raudhah 2 RSUD Cut Meutia |
Saat tiba di sal Raudhah 2, saya agak shock memasuki sal tersebut. Ada beberapa pasien di sal. Saya tidak menghitung dengan pasti jumlahnya. Sal 2 adalah pasien khusus laki-laki. Beberapa pasien terbaring lemah di ranjang, bahkan ada yang berbaring di lantai. Mungkin kepanasan atau tidak betah tidur di ranjang. Sal tersebut agak luas. Namun, tidak ada tirai yang menutup antara satu pasien dengan pasien lain. Tidak ada privasi di sana.
Saya menggaruk-garuk kepala. Satu sisi merasa kasihan terhadap pasien di sal ini. Satu sisi lain merasa tidak nyaman melihat kondisi di sini. Saya bercakap-cakap pasien penyakit jantung yang saya kunjungi. Ada nada kesal di wajah pasien karena tidak mendapatkan pelayanan sesuai kelasnya. Apalagi pasien tersebut begitu tiba-tiba dimasukkan ke dalam sal tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada pasien. Jika pasien mengetahui dirinya ditempatkan di sal, mungkin pasien memilih untuk melakukan rawat jalan saja. Begitu keluhan pasien.
Tidak lama kemudian, azan maghrib berkumandang. Saya pun minta izin untuk shalat maghrib. Saya tidak tahu di mana letak mushalla atau tempat ibadah di RSUD Cut Meutia. Tapi tidak jauh dari sal Raudhah 2, ada balai yang bisa digunakan untuk shalat. Saya pun shalat di sana sambil mengusir nyamuk yang setiap 5 detik mencoba untuk hinggap di anggota tubuh saya.
Selesai shalat, saya kembali ke kamar pasien. Kemudian saya mencoba untuk membuka aplikasi mobile JKN dan mengecek ketersediaan kamar. Dalam aplikasi terbaca bahwa untuk Kelas I, ada sekitar 22 kamar, dan yang tersedia sebanyak 14 kamar. Berbekal informasi tersebut, saya mencoba untuk mencari informasi ketersediaan kamar di UGD. Setiba di sana, saya dilayani oleh petugas UGD. Saya menanyakan bagian informasi rumah sakit, tapi petugas mengatakan tidak ada. Saya pun mengkonfirmasikan masalah ketersediaan kamar yang dijawab dengan agak berbelit-belit. Lalu, saya pun akhirnya diarahkan untuk menanyakan langsung ke ruangan Muzdalifah, yaitu ruangan Kelas I.
Di Muzdalifah, saya menanyakan kembali tentang informasi ketersediaan kamar di Kelas I. Petugas menjawabnya bahwa ruangan sudah penuh. Saya pun menunjukkan aplikasi mobile JKN, dan petugas tidak mampu menjawab masalah tersebut. Saya bertanya ada berapa kamar Kelas I di rumah sakit ini. Namun, petugas agak kebingungan menjawabnya. Karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, saya disuruh bertanya ke ruangan Aqsa.
Screenshot aplikasi JKN mobile. |
Di Aqsa, saya pun tidak mendapatkan jawaban yang pasti mengenai kecocokan informasi di data aplikasi mobile JKN dengan ruangan Kelas I. Petugas di Aqsa menegaskan bahwa ruangan tersebut khusus untuk merawat pasien paru-paru. Saya pun bertanya ada berapa ruangan di Aqsa. Petugas agak kebingungan menjawabnya. Karena saya tidak bisa mendapatkan jawaban apa-apa, saya pun kembali ke sal Raudhah 2.
Kesimpulannya:
Pengalaman menjenguk pasien di RSUD Cut Meutia Aceh Utara sangat melelahkan. Belum lagi berbelit-belitnya informasi tentang ketersediaan kamar. Untuk ukuran rumah sakit pemerintah, ketersediaan informasi harus disampaikan secara transparan dan terbuka. Harus ada petugas di bagian informasi atau pendaftaran untuk memudahkan pasien atau pun pembesuk mendapatkan informasi.
Saya juga heran, kenapa informasi ketersediaan kamar di aplikasi mobile JKN tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan? Berbeda dengan rumah sakit swasta di Lhokseumawe yang datanya sesuai. Karena saya sering melakukan pengecekan di aplikasi tersebut sebelum keluarga saya dirawat inap di rumah sakit.
Untuk itu, perlu pembenahan di semua lini agar rumah sakit pemerintah ini semakin membaik. Pelayanan dan sistem informasi di RSUD Cut Meutia Aceh Utara belumlah maksimal. Sungguh disayangkan sekali! []
0 Response to "Pengalaman Menjenguk Pasien di RSUD Cut Meutia Aceh Utara"
Posting Komentar