Pengalaman Rawat Inap di RSIA Abby Lhokseumawe
Sabtu, 29 April 2023
Add Comment
Halo sahabat-sahabat pembaca blog Cultravelary. Kali ini saya akan membagikan pengalaman saat anak saya dirawat inap di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Abby Lhokseumawe.
Anak saya yang bernama Omar masuk ke rumah sakit setelah shalat shubuh pada tanggal 21 April 2023, yaitu pada hari meugang menjelang Idul Fitri. Jadi bisa dibayangkan jika kondisi rumah sakit yang mulai sepi karena pasien memilih untuk pulang lebih awal ke rumah masing-masing, kecuali pasien yang penyakitnya belum sembuh. Saat mengantarkan Omar ke rumah sakit, saya sempat berpikir bahwa dokter spesialis barangkali sudah pulang kampung atau mengambil masa liburan bersama keluarga. Namun, pikiran itu saya buang jauh-jauh dengan menganggap bahwa pastilah rumah sakit menyediakan dokter jaga.
Saat tiba di IGD, Omar disambut oleh beberapa perawat dan dokter jaga langsung memeriksa kondisi pasien. Tanya jawab pun berlangsung. Dokter menanyakan keluhan pasien dan saya menjawab semua keluhan yang dialami oleh Omar. Pasien terbaring lesu di ranjang sambil memegang perut akibat nyeri yang tidak tertahankan. Dokter jaga mengambil gambar dengan kameranya dan berkonsultasi dengan dokter spesialis. Namun, dokter jaga belum memperoleh balasan dari dokter spesialis. Barangkali dokter spesialis sedang beribadah atau istirahat.
Setelah Omar mendapatkan perawatan di IGD, saya menuju meja resepsionis untuk mengurus berkas-berkas administrasi. Omar harus diopname dan mendapatkan perawatan medis. Alhamdulillah, kebetulan saat itu RSIA Abby Lhokseumawe memiliki ruangan yang kosong, terutama untuk pasien BPJS Kelas I. Jika pada hari normal biasa, ruangan di RSIA Abby Lhokseumawe penuh terisi. Bahkan ada beberapa pasien Kelas I yang terpaksa ditransit dulu sementara di ruangan sal.
Tidak lama kemudian, Omar masuk ke ruangan dan bisa beristirahat sejenak. Tapi rasa sakit di bagian perutnya tidak bisa istirahat. Omar terus mengerang kesakitan meskipun suaranya agak merintih.
Rasa nyeri di bagian perut sudah dialami oleh Omar sehari sebelum meugang. Saya menduga Omar mengalami nyeri perut karena makanan. Pada malam harinya, saya melihat benjolan di selangkangan pahanya. Itu adalah hernia atau tepatnya hernia inguinalis. Omar memang sudah lama mengalami hernia. Tapi biasanya benjolan itu segera menghilang ketika dia beristirahat atau tidur. Tapi, pada hari itu, benjolan itu semakin keras dan tidak mau melembek. Omar sangat lemah kondisinya. Setiap makanan dan minuman yang masuk ke mulutnya dimuntahkan semua. Begitu juga dengan obat-obatan. Saya memberikan obat pencahar, tapi obat itu juga dimuntahkan lagi. Omar merintih semalaman dan barulah setelah shalat shubuh, saya membawanya ke rumah sakit.
Ruangan Kelas I
Omar mendapatkan perawatan di ruangan kelas I. Di ruangan ini terdapat satu ranjang pasien dan satu sofa yang dilengkapi dengan berbagai fisilitas seperti AC, kulkas, lemari, air minum, kamar mandi, dan televisi. Kami merasa nyaman di ruangan tersebut karena sangat bersih.
Untuk makanan pun kelihatan steril dan bersih. Menu makanan juga bervariasi dan tentunya enak untuk dinikmati. Pada siang itu (masih dalam suasana Ramadan), Omar mendapatkan sepiring nasi, sepotong ayam goreng, dua potong tahu, dan kuah sayur. Makanan tersebut disajikan di atas talam kemudian ditutup dengan plastik makanan.
Menurut saya, penyajian makanan seperti itu termasuk pelayanan yang bagus dan mewah. Yang paling penting adalah steril dan bersih. Tapi sayangnya, Omar tidak bisa mengkonsumsi makanan tersebut karena permasalahan di perutnya.
Operasi Hernia
Sekitar pukul sepuluh, perawat mengabarkan kepada isteri saya bahwa kondisi pasien harus segera dioperasi. Saat itu saya sudah pulang ke rumah setelah sebelumnya membeli daging untuk meugang. Ya, meskipun kami masih dalam suasana berduka, kami berupaya untuk menyempatkan merayakan meugang dengan memasak daging.
Tapi perayaan meugang urung kami lakukan. Setelah mendapat kabar bahwa Omar harus dioperasi sekitar pukul 11.00, maka saya bergegas kembali ke rumah sakit. Saya bertanya kepada perawat perihal operasi tersebut. Konsultasi terjadi via telpon antara perawat dan dokter spesialis bedah. Omar akan ditangani oleh dr. Adi Riska Sp. B.
Operasi tidak bisa dilakukan pukul 11.00 WIB. Pasien harus berpuasa terlebih dahulu beberapa jam sebelum operasi. Saat masuk ke ruangan, kami sempat memberikan Omar minum. Jadi karena keragu-raguan tersebut, dokter pun menjadwalkan operasi pada pukul 13.30 setelah shalat jumat. Kondisi Omar pada saat itu masih mengalami nyeri dan berupaya menahan sakit. Saya mengelus-elus bagian perut yang sakit. Omar pun tertidur di pangkuan saya.
Pada pukul 13.30 WIB, pasien masuk ke ruangan operasi di lantai 2. Isteri saya diberi kesempatan untuk mengantarkan Omar ke ruangan operasi dan saya menunggu di luar. Tidak lama kemudian, isteri saya menyusul. Kami terdiam sejak operasi berlangsung. Tidak banyak aktifitas yang kami lakukan selain berdoa.
Beberapa jam kemudian, operasi telah selesai dilakukan dan dr. Adi Riska Sp. B menemui kami. Dari keterangan dokter disebutkan bahwa kondisi usus Omar masih bagus dan dokter hanya jaringan lemak yang sudah membusuk. Kemudian dr. Adi Riska, Sp. B meminta pamit kepada kami untuk pulang ke kampung halaman dan akan kembali lusa.
Kami merasa bersyukur karena Omar langsung mendapatkan penanganan dari dokter spesialis di hari libur. Mungkin jika kami telat membawa Omar ke IGD, dokter spesialis sudah pulang ke kampung halamannya untuk mudik. Kami pun berterima kasih kepada dokter yang telah menangani Omar.
Setelah operasi, kondisi nyeri di bagian Omar mulai menghilang. Pasien diharuskan berpuasa dan tidak boleh mengkonsumsi makanan padat pasca operasi. Di sinilah cobaan berat lain yang harus dihadapi oleh pasien. Benar saja. Pada malam harinya, Omar merasakan lapar yang hebat. Dia meminta untuk disuapi nasi. Kami pun harus mengalihkan perhatiannya dari rasa lapar dan haus. Meskipun sulit dan tampak menderita, kami harus menjalani instruksi dokter. Sepanjang malam itu, Omar terus meminta makanan dan menangis sejadi-jadinya. Kami pun merasa kasihan. Akibat kelelahan menangis, Omar tertidur dengan rasa lapar dan dahaga yang begitu hebat.
Pasca Operasi
Kondisi pasien perlahan-lahan mulai membaik. Keesokan harinya, hari raya Idul Fitri, Omar mulai makan makanan yang lunak. Ia pun sudah bisa minum dan alhamdulillah, semua makanan dan minuman itu mampu dicerna dengan baik.
Hari raya Idul Fitri kami rayakan bertiga di RSIA Abby Lhokseumawe. Kebetulan anak pertama dan kedua saya ada di Banda Aceh. Mereka berlebaran bersama mertua saya di sana.
Suasana lebaran di rumah sakit tampak lengang. Pada hari itu tidak banyak pasien yang dirawat di sana. Hanya ada beberapa pasien saja, begitu kata perawatnya.
Selanjutnya Omar mendapatkan perawatan pasca operasi. Makanan yang disajikan diganti dengan bubur atau nasi lembek. Namun, Omar seakan kehilangan selera makan. Ia hanya mampu makan beberapa suap saja. Ada rasa tidak nyaman, apalagi Omar tidak bisa bebas bergerak karena selang infus. Sebagai orangtua, kami berupaya untuk memberikan rasa nyaman seperti memeluknya, memegang erat jarinya, mengelus-elus bagian perutnya, dan apa saja yang bisa membuat Omar nyaman dan senang.
Kami berada di rumah sakit selama empat hari. Pada hari ketiga, dr. Adi Riska, Sp. B mengizinkan kami untuk pulang keesokan harinya. Sebelum kami pulang, perawat menyerahkan surat kontrol ulang dan resep obat.
Secara umum, pelayanan RSIA Abby Lhokseumawe sangat baik dan memuaskan. Tapi saya tidak tahu bagaimana pelayanan rumah sakit di hari-hari normal biasanya. Semoga saja pelayanan rumah sakit ini akan terus konsisten sesuai dengan mottonya We Serve You Better. []
0 Response to "Pengalaman Rawat Inap di RSIA Abby Lhokseumawe"
Posting Komentar